RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR .... TAHUN....
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan
Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum
dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
c. bahwa badan penyelenggara jaminan sosial yang
ada sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Undang-Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional;
d. bahwa dengan adanya kepastian hukum mengenai
status badan penyelenggara akan meningkatkan kinerja badan penyelenggara dalam
menyelenggarakan program jaminan sosial;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta untuk meleksanakan
ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat
(1), Pasal 20, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3), dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 150, dan Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4456;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDIONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Jaminan
sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh
rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata
cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
3. Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh
Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan
sosial.
4. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
5. Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik
seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya
yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat
kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan
sosial.
6. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar
iuran.
7. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi
hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
8. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara
teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
9. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
10. Pemberi kerja adalah orang
perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai
negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
11. Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima
dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada
pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan,
atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
12. Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah dewan yang
berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan
sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
13. Dewan Pengawas adalah organ Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang bertugas melakukan pengawasan khusus terhadap program yang
diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
14. Karyawan adalah pegawai Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Nasional
Pasal 2
(1)
Untuk menyelenggarakan program jaminan sosial secara
nasional sebagaimana dimaksud dalam UU tentang SJSN, dengan UU ini dibentuk:
a. BPJS Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut ASABRI;
b. BPJS Asuransi Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disebut ASKES;
c. BPJS Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang selanjutnya disebut JAMSOSTEK;
d. BPJS Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS yang selanjutnya disebut
TASPEN.
(2) BPJS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota
Negara
BAB II
PEMBENTUKAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 3
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) adalah badan hukum korporasi
sebagai pengelola dana jaminan sosial yang dalam penyelenggaraannya berdasarkan
pada prinsip:
a. nirlaba;
b. keterbukaan;
c. kehati-hatian;
d. akuntabilitas;
e. portabilitas;
f. dana amanat; dan
g. hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.
Pasal 4
(1) Maksud dan tujuan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah
untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang efektif dan efisien bagi
seluruh rakyat secara bertahap dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyelenggarakan program
jaminan sosial sebagai berikut:
a.
BPJS ASABRI menyelenggarakan
Program Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan
Kecelakaan Kerja untuk prajurit TNI, anggota Polri, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Departemen Pertahanan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Polri, pensiunan prajurit TNI, pensiunan anggota Polri, pensiunan Pegawai
Negeri Sipil (PNS) Departemen Pertahanan, dan pensiunan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) TNI, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, dan Janda/Duda
TNI/Polri;
b.
BPJS ASKES menyelenggarakan
Program Jaminan Kesehatan untuk seluruh masyarakat, kecuali yang sudah dikelola
oleh PT. (Persero) Jamsostek;
c.
BPJS
JAMSOSTEK menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua,
Jaminan Kematian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk seluruh tenaga kerja;
d.
BPJS TASPEN menyelenggarakan Program Jaminan Pensiun,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja untuk PNS,
serta Program Tabungan Hari Tua dan Pensiun untuk PNS, pejabat negara, hakim,
veteran, PKRI, KNIP, kecuali PNS Dephan dan PNS POLRI.
BAB III
TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN SERTA LARANGAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Bagian Pertama
Tugas dan Wewenang
Pasal 5
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial bagi penduduk
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 6
(1) Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial berwenang untuk:
a. memungut iuran program jaminan sosial
b. mengelola dana jaminan sosial peserta jaminan sosial berdasarkan
prinsip-prinsip jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya;
c. menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai;
d. melakukan inspeksi, kontrol, dan menghentikan pelayanan atau pemberian
manfaat jaminan sosial kepada peserta dari pemberi kerja tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
e. membuat kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan tingkat nasional
maupun daerah mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan;
f. membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
g. melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhan dalam pembayaran iuran dan pendaftaran pekerja lebih dari 3
(tiga) bulan.
(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai penempatan dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dan huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban
Pasal 7
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat nasional berhak untuk:
a.
menerima dan mengelola iuran peserta beserta dana
pengembangannya sesuai dengan program yang menjadi tanggung jawabnya;
b.
memperoleh dana operasional yang layak untuk
penyelenggaraan program yang berkualitas, baik yang bersumber dari iuran, hasil
pengembangan dana, atau dari dana yang dihibahkan Pemerintah;
c.
memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelengaraan
program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 8
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat nasional berkewajiban untuk:
a. melakukan koordinasi antar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam
pemberian nomor identitas tunggal bagi setiap peserta dan anggota keluarganya
yang berlaku untuk semua jenis program jaminan sosial;
b. memberikan informasi secara rinci mengenai manfaat yang menjadi hak setiap
peserta beserta rincian prosedur untuk masing-masing program jaminan sosial dan
dapat diakses dengan mudah melalui website Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c. memberikan informasi saldo Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun berikut
hasil pengembangannya kepada setiap peserta sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun khusus bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial penyelenggara program
Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun;
d. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim
dan berlaku umum;
e. melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan jaminan sosial;
f. melaporkan kinerja keuangan dan pelaksanaan program secara berkala
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 9
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat nasional dilarang:
a.
melakukan subsidi silang antar program;
b.
mendirikan dan/atau memiliki seluruh atau sebagian
fasilitas kesehatan;
c.
memungut iuran program jaminan sosial yang memberi
manfaat sama sebagaimana telah diatur dalam peraturan-perundangan.
BAB IV
ORGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 10
(1) Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari Dewan Pengawas dan
Direksi.
(2) Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Jaminan Sosial Nasional setelah
melalui proses uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Dewan Pengawas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan salah seorang
diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.
(4) Direksi sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya
diangkat sebagai Direktur Utama.
Pasal 11
(1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat
membentuk kantor perwakilan untuk satu atau lebih Provinsi secara bertahap.
(2)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat
membentuk kantor cabang untuk satu atau lebih Kabupaten/Kota sesuai dengan
prinsip efisiensi.
Pasal 12
Pada setiap kantor
perwakilan dibentuk Dewan Pengawas Daerah yang diketuai oleh Gubernur di tempat
kedudukan kantor perwakilan dan mempunyai anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima)
orang termasuk ketua, yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pemberi
kerja, dan organisasi pekerja.
Pasal 13
Untuk dapat diangkat
menjadi Dewan Pengawas, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a.
Warga Negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
sehat jasmani dan rohani;
d.
berkelakuan baik;
e.
berumur setinggi-tingginya 60 tahun;
f.
lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g.
memiliki keahlian dan pengalaman di bidang jaminan
sosial, keuangan atau investasi, atau aktuaria;
h.
tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau
badan hukum lain;
i.
tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
j.
tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan;
k.
tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau
dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan
yang bersangkutan.
Pasal 14
Untuk dapat diangkat
menjadi Direksi, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Warga Negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
sehat jasmani dan rohani;
d.
berkelakuan baik;
e.
berumur setinggi-tingginya 60 tahun;
f.
lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g.
memiliki pengalaman dan kompetensi dalam bidang jaminan
sosial;
h.
memiliki integritas dan kepemimpinan dalam
menyelenggarakan jaminan sosial;
i.
tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau
badan hukum lain;
j.
tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
k.
tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan;
l.
tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau
dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan
yang bersangkutan.
Pasal 15
Dewan Pengawas dan
Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 16
(1)
Dewan Pengawas dan Direksi berhenti karena:
- meninggal dunia;
- sakit terus-menerus
selama 6 (enam) bulan;
- masa jabatan
berakhir;
- mengundurkan diri
atas permintaan sendiri;
- tidak lagi memenuhi
persyaratan;
- diberhentikan atas
usul Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2)
Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat mengusulkan
pemberhentian Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f karena:
a. melalaikan kewajiban terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan;
b. merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dan
kepentingan peserta jaminan sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil.
(3)
Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi berhenti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Dewan Jaminan Sosial Nasional mengusulkan penggantinya
kepada Presiden untuk meneruskan masa jabatan yang digantikan.
Pasal 17
(1)
Dewan Pengawas dan Direksi dapat diberhentikan sementara
waktu karena:
- sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan;
- sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di pengadilan;
- digugat karena melakukan tindakan yang merugikan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional.
(2)
Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi diberhentikan
sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Jaminan Sosial
Nasional menunjuk pelaksana tugas Dewan Pengawas dan Direksi yang diberhentikan
sementara.
Pasal 18
(1)
Dewan Pengawas bertugas:
a. melakukan pengawasan kebijakan teknis penyelenggaraan program jaminan
sosial yang dilaksanakan oleh masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tingkat nasional;
b. melaporkan hasil pengawasannya kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2)
Dewan Pengawas berwenang:
a.
mengevaluasi rencana kerja masing-masing Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional;
b.
meminta laporan pelaksanaan rencana kerja kepada
masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c.
memberikan saran dan pertimbangan penyelenggaraan program
jaminan sosial kepada masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Pasal 19
(1)
Dewan Pengawas mengadakan rapat setiap kali dianggap
perlu oleh seorang atau lebih anggota dewan pengawas dengan menyebutkan hal-hal
yang akan dibicarakan.
(2)
Rapat Dewan Pengawas diadakan di tempat kedudukan
perusahaan atau di tempat kedudukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau di
tempat kegiatan usaha Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional atau
di tempat lain di wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan oleh direksi.
(3)
Rapat Dewan Pengawas adalah sah dan berhak mengambil
keputusan apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota Dewan
Pengawas.
(4)
Rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas
atau anggota direksi lainnya apabila Direktur Utama berhalangan atau apabila
Direktur Utama memberikan tugas khusus untuk memimpin rapat.
Pasal 20
(1)
Direksi bertugas:
a.
melaksanakan kebijakan umum penyelenggaraan program
jaminan sosial yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional;
b.
melaksanakan pengurusan program jaminan sosial yang
menjadi tanggung jawabnya untuk kepentingan peserta;
c.
menyusun rencana jangka panjang serta rencana kerja dan
anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagai penjabaran
kebijakan umum program jaminan sosial;
d.
menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan
sekali dan laporan akhir tahun buku kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional;
e.
memberikan pertanggungjawaban pada akhir masa tugas
kepada Presiden melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional;
f.
menjalankan tugas-tugas lainnya berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Direksi berwenang:
a.
mewakili Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasionaldi dalam maupun di luar pengadilan;
b.
melakukan segala tindakan dan perbuatan mengenai
pengelolaan dana amanat dan mengikat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasional dengan pihak lain dan/atau pihak lain dengan pembatasan yang
ditetapkan dalam Undang-Undang ini;
c.
mengangkat dan memberhentikan karyawan.
Pasal 21
Tindakan dan perbuatan
Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Jaminan Sosial
Nasional mengenai besaran dan nilai investasi diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam UU SJSN.
Pasal 22
Tindakan dan perbuatan
Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas mengenai
besaran dan nilai investasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
sesuai dengan ketentuan dalam UU SJSN.
BAB V
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 23
(1)
Setiap keputusan strategis diambil dalam rapat yang
dipimpin oleh Direktur Utama.
(2)
Dalam hal Direktur Utama berhalangan, pimpinan rapat
diserahkan kepada salah satu direktur sesuai dengan bidangnya.
(3)
Rapat direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan
apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota direksi.
(4)
Keputusan Rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk
mufakat.
(5)
Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) tidak tercapai, keputusan diambil dalam rapat direksi yang
diperluas dengan mengundang dewan pengawas.
BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Pasal 24
(1) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib
menyampaikan pertanggungjawaban tertulis
setiap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib
menyampaikan pertanggungjawaban tertulis setiap 6 (enam) bulan sekali dan
disertai penjelasan lisan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(3) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib
menyampaikan laporan keuangan setiap tahun sekali yang telah diaudit kepada
Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan pada
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) media cetak nasional paling lambat tanggal 31
Mei tahun berikutnya.
(5) Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional bertanggung
jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas
kesalahan pengelolaan dana amanat.
Pasal 25
Direksi dan Dewan Pengawas
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menghadiri rapat
pertanggungjawaban tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Jaminan Sosial
Nasional.
Pasal 26
Pada akhir masa jabatan
atau dalam hal Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional
tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 maka wajib
membuat laporan pertanggungjawaban keuangan dan kinerja Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat nasional kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
BAB VII
KEKAYAAN DAN BELANJA OPERASIONAL
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL
Bagian Pertama
Kekayaan
Pasal 27
(1) Kekayaan awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional adalah
seluruh kekayaan Badan Penyelenggara yang dialihkan.
(2) Penambahan kekayaan berupa asset tetap dapat diambil dari hasil
pengembangan dana paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen).
(3) Untuk program yang bersifat jangka pendek, penambahan asset tetap dapat
dilakukan dengan menggunakan iuran yang diterima paling tinggi 1% (satu
prosen).
(4) Dalam hal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dibubarkan
dengan Undang-Undang maka kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasional diserahkan kepada Negara.
(5) Pengalihan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Belanja Operasional
Pasal 28
(1)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang
mengelola program jangka panjang dapat menggunakan hasil pengembangan dana
investasi untuk belanja operasional tahunan.
(2)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang
mengelola program jangka pendek (Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan
Kerja) dapat menggunakan penerimaan iuran untuk biaya operasional tahunan.
(3)
Besaran prosentase biaya operasional tahunan diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tingkat nasional dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang dibayarkan dari belanja
operasional.
(2) Indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional untuk
perhitungan insentif diatur oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(3) Indikator kinerja karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasional diatur oleh Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasional.
BAB VIII
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT DAERAH
Pasal 30
Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat daerah berkedudukan di Ibu Kota Provinsi, Kabupaten,
atau Kota sesuai dengan wilayah administrasinya.
Pasal 31
(1)
Di tingkat daerah dapat dibentuk Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial sebagai penyelenggara program jaminan sosial yang bersifat
tambahan atau pelengkap dan berlaku untuk daerah yang bersangkutan.
(2)
Program jaminan sosial tambahan atau pelengkap harus
disesuaikan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional dan ketentuan Undang-Undang
ini.
Pasal 32
Pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah didasarkan pada standar kompetensi
yang mencakup kemampuan dan komitmen untuk:
a.
menyelenggarakan program jaminan sosial secara mandiri
baik secara finansial maupun manajerial dan dananya bersumber dari APBD;
b.
menyelenggarakan prinsip-prinsip jaminan sosial
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan
Pasal 33
(1)
Untuk dapat membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
(2)
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Daerah.
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Bagian Pertama
Penyelesaian Keluhan
Pasal 34
(1) Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk unit pengendali
mutu dan penanganan keluhan peserta.
(2) Frekuensi keluhan peserta merupakan salah satu indikator kinerja Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3) Jangka waktu penyelesaian keluhan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
sejak diterimanya keluhan.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui
Mediasi
Pasal 35
(1)
Pihak yang merasa dirugikan dapat menyelesaikan sengketa
melalui mekanisme mediasi.
(2)
Penyelesaian yang dilakukan oleh mediator bersifat final
dan mengikat.
(3)
Mediator terdiri dari 3 (tiga) orang ahli di bidang
jaminan sosial dan hukum dengan ketentuan sebagai berikut:
a.
1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak yang mengajukan
keberatan;
b.
1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
c.
1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh kedua belah pihak.
(4)
Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui
Pengadilan
Pasal 36
(1)
Apabila penyelesaian keluhan tidak dapat diatasi oleh
unit kerja penyelesaian keluhan dan instansi setingkat di atasnya, atau melalui
mekanisme mediasi, maka sengketa diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah
tempat tinggal pemohon.
(2)
Proses peradilan dilakukan hanya pada pengadilan tingkat
pertama di Pengadilan Negeri dan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.
(3)
Putusan pengadilan tingkat banding bersifat final dan
tidak dapat diajukan upaya hukum tingkat kasasi.
(4)
Jangka waktu penyelesaian sengketa tingkat Pengadilan
Negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan tingkat Pengadilan Tinggi
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.
BAB X
KETENTUAN LAIN
Pasal 37
(1)
Pemerintah melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional
sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tingkat nasional sebagai pertimbangan kebijakan keuangan yang diambil
Pemerintah.
(2)
Dalam hal kebijakan fiskal dan moneter Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat
solvabilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional, maka
Pemerintah mengambil kebijakan khusus untuk menjamin kelangsungan program jaminan sosial.
Pasal 38
(1)
Dalam hal terjadi wabah atau bencana alam, Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional terlebih dahulu membayarkan
manfaat program jaminan sosial yang merupakan kewajiban Pemerintah atau pihak
lain.
(2)
Terhadap pembayaran yang dilakukan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah atau pihak lain berkewajiban memberikan penggantian atas biaya
manfaat dan biaya administrasi program jaminan sosial.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1)
Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh Perusahaan
Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri, Perusahaan Perseroan (Persero)
Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja, dan Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana
Pensiun PNS disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun
sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2)
Sebelum diangkat Dewan Pengawas dan Direksi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional, maka Dewan Komisaris dan Direksi
Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri, Perusahaan Perseroan
(Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan
Sosial Tenaga Kerja, dan Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan
Dana Pensiun PNS masih menjabat paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah No. 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum)
Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan
Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1991);
b. Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992
tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi
Kesehatan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992);
c. Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1995), berdasarkan
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3468);
d. Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
1981), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai
dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 1969, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906),
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1999,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1981, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3200);
dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 41
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ...
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia
Andi MatTalatTa
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA TAHUN ..... NOMOR .....
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR .... TAHUN....
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
I. UMUM
Salah satu tujuan pembentukan
Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum
dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sehubungan dengan itu, Pasal 28H ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial
yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermanfaat. Selanjutnya Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Sebagai pelaksanaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, telah
ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dengan tujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat melalui penyelenggaraan program jaminan sosial oleh
beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (2)
dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional, badan penyelenggara yang telah ada dan dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Namun setelah
Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 007/PU-III/2005 yang diucapkan
pada tanggal 31 Agustus 2005 menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga pembentukan
badan penyelenggara harus dibentuk dengan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 52
ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
segala ketentuan mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus disesuaikan
dengan Undang-Undang dimaksud paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional diundangkan pada
tanggal 19 Oktober 2004.
Putusan Mahkamah Konstitusi
pada Perkara No. 007/PU-III/2005 menyatakan pula bahwa Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial tingkat daerah juga dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial sebagai penyelenggara program jaminan sosial pada hakekatnya
melaksanakan pengumpulan dana yang bersifat wajib berdasarkan mekanisme
asuransi sosial dan tabungan wajib untuk kepentingan peserta. Mengingat sifat
wajib dalam pengumpulan dana, maka dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial harus memperhatikan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam arti bahwa pungutan yang bersifat
memaksa untuk keperluan negara tidak boleh diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang.
Undang-Undang ini pada dasarnya
mengatur prinsip penyelenggaraan, pembentukan, tugas dan wewenang, kewajiban
dan hak, organ, dan penyelenggaraan program serta pembentukan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah.
Dengan terbentuknya
Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka badan
penyelenggara memiliki status sebagai badan hukum yang dibentuk dengan
Undang-Undang, sehingga memberi kepastian hukum dalam menyelenggarakan program
jaminan sosial. Dengan demikian, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat
melaksanakan prinsip-prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang untuk memberikan pelayanan yang optimal
kepada peserta.
Keberhasilan penyelenggaraan
program jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu didukung
oleh kebijakan Pemerintah di bidang ketenagakerjaan, perekonomian, dan
kebijakan pelayanan publik yang kondusif, serta komitmen politik untuk
pemberdayaan masyarakat dan memprioritaskan terwujudnya Sistem Jaminan Sosial
Nasional bagi seluruh rakyat.
II. PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan nirlaba adalah seluruh
perolehan surplus dari penerimaan ditempatkan dalam dana amanat dan/atau dana
cadangan teknis dalam rangka peningkatan manfaat bagi peserta.
Huruf
b
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip
mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.
Huruf c
Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah
prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.
Huruf d
Prinsip
akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf e
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah
prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah
pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf f
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah
bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk
digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.
Huruf
g
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial
Nasional dalam ketentuan ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham
yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Huruf a
Iuran program jaminan sosial dipungut dari pekerja, pemberi kerja, dan/atau
pemerintah.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Yang dimaksud dengan nomor identitas tunggal adalah nomor identitas yang
berlaku seumur hidup bagi peserta jaminan sosial.
Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib mengambil
langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan terjadinya nomor identitas ganda
bagi setiap peserta. Selain itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat
nasional wajib memberitahukan kepada pemberi kerja agar menyampaikan data
akurat tentang pekerja dan nomor identitas jaminan sosial yang telah dimiliki
pekerja, baik pekerja baru, pekerja pindahan, maupun pekerja yang telah
berhenti.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Keanggotaan Dewan Pengawas yang dimaksud pada ayat ini adalah tenaga
profesional yang menguasai bidang jaminan sosial, keuangan atau investasi, dan
aktuaria.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud penambahan kekayaan berupa asset tetap adalah penambahan
gedung dan kantor dalam rangka fasilitas pelayanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Wilayah kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
tingkat daerah adalah sama dengan wilayah administrasi Provinsi, Kabupaten,
atau Kota.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan program jaminan sosial yang bersifat tambahan adalah
program yang memberikan manfaat jaminan sosial sebagai tambahan yang telah
diberikan secara nasional. Misalnya program Jaminan Pensiun yang berskala
nasional membayar manfaat sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per
bulan, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah dapat membayar
tambahan uang pensiun untuk peserta setempat misalnya sebesar Rp. 500.000,00
(lima ratus ribu rupiah) per bulan sesuai dengan kemampuan daerah yang
bersangkutan.
Yang dimaksud program jaminan sosial yang bersifat pelengkap adalah program
yang membayarkan manfaat yang tidak dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial tingkat nasional. Misalnya dalam program Jaminan Kesehatan, biaya ambulan
untuk rujukan antar daerah tidak dijamin, maka Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial tingkat daerah dapat menjamin biaya tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Standar kompetensi dalam pasal ini merupakan bagian dari kebijakan umum
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditetapkan oleh Dewan
Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 33
Ayat (1)
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagai
bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional dituntut memiliki standar kompetensi
yang berlaku juga bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional
dengan maksud agar ada persamaan kualitas pelayanan jaminan sosial yang
diberikan kepada peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan program mencakup kepesertaan,
kekayaan, hak dan kewajiban, serta karyawan.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar