Jumat, 28 Oktober 2011

Draft Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Tahun 2008 Yang Hari Ini Disahkan Menjadi Undang-Undang + download Link



RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR .... TAHUN....
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat;
                       b.  bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta;
                       c.  bahwa badan penyelenggara jaminan sosial yang ada sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
d.    bahwa dengan adanya kepastian hukum mengenai status badan penyelenggara akan meningkatkan kinerja badan penyelenggara dalam menyelenggarakan program jaminan sosial;
e.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, serta untuk meleksanakan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;


Mengingat  :  1.  Pasal  5  ayat (1), Pasal 20, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1) , ayat (2)  dan ayat (3), dan  Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2.  Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, dan Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4456;

  


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDIONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :    UNDANG-UNDANG TENTANG BADAN  PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.       Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
2.    Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3.    Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial.
4.    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial.
5.    Dana Jaminan Sosial adalah dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial.
6.    Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
7.    Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi hak peserta dan/atau anggota keluarganya.
8.    Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah.
9.    Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lain.
10.  Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja atau penyelenggara negara yang mempekerjakan pegawai negeri dengan membayar gaji, upah, atau imbalan dalam bentuk lainnya.
11.  Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
12.  Dewan Jaminan Sosial Nasional adalah dewan yang berfungsi untuk membantu Presiden dalam perumusan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
13.  Dewan Pengawas adalah organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang bertugas melakukan pengawasan khusus terhadap program yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
14.  Karyawan adalah pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional

Pasal 2

(1)     Untuk menyelenggarakan program jaminan sosial secara nasional sebagaimana dimaksud dalam UU tentang SJSN, dengan UU ini dibentuk:
a.    BPJS Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang selanjutnya disebut ASABRI;
b.    BPJS Asuransi Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disebut ASKES;
c.    BPJS Jaminan Sosial Tenaga Kerja yang selanjutnya disebut JAMSOSTEK;
d.    BPJS Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS yang selanjutnya disebut TASPEN.
(2)    BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota Negara


BAB II
PEMBENTUKAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Pasal 3

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud pada pasal 2 ayat (1) adalah badan hukum korporasi sebagai pengelola dana jaminan sosial yang dalam penyelenggaraannya berdasarkan pada prinsip:
a.    nirlaba;
b.    keterbukaan;
c.    kehati-hatian;
d.    akuntabilitas;
e.    portabilitas;
f.     dana amanat; dan
g.    hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Pasal 4

(1)  Maksud dan tujuan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang efektif dan efisien bagi seluruh rakyat secara bertahap dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

(2)  Untuk mencapai maksud dan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyelenggarakan program jaminan sosial sebagai berikut:
a.    BPJS ASABRI menyelenggarakan Program Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja untuk prajurit TNI, anggota Polri, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pertahanan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, pensiunan prajurit TNI, pensiunan anggota Polri, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Departemen Pertahanan, dan pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNI, pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, dan Janda/Duda TNI/Polri;
b.    BPJS ASKES menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan untuk seluruh masyarakat, kecuali yang sudah dikelola oleh PT. (Persero) Jamsostek;
c.    BPJS JAMSOSTEK menyelenggarakan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk seluruh tenaga kerja;
d.    BPJS TASPEN menyelenggarakan Program Jaminan Pensiun, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian dan Jaminan Kecelakaan Kerja untuk PNS, serta Program Tabungan Hari Tua dan Pensiun untuk PNS, pejabat negara, hakim, veteran, PKRI, KNIP, kecuali PNS Dephan dan PNS POLRI.


BAB III
TUGAS, WEWENANG, HAK, DAN KEWAJIBAN SERTA LARANGAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Bagian Pertama
Tugas dan Wewenang

Pasal 5

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial bagi penduduk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 6

(1)   Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berwenang untuk:
a.    memungut iuran program jaminan sosial
b.    mengelola dana jaminan sosial peserta jaminan sosial berdasarkan prinsip-prinsip jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya;
c.    menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
d.    melakukan inspeksi, kontrol, dan menghentikan pelayanan atau pemberian manfaat jaminan sosial kepada peserta dari pemberi kerja tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
e.    membuat kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan tingkat nasional maupun daerah mengenai besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan;
f.     membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
g.    melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai ketidakpatuhan dalam pembayaran iuran dan pendaftaran pekerja lebih dari 3 (tiga) bulan.

(2)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dana jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf d diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban

Pasal 7

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berhak untuk:
a.    menerima dan mengelola iuran peserta beserta dana pengembangannya sesuai dengan program yang menjadi tanggung jawabnya;
b.    memperoleh dana operasional yang layak untuk penyelenggaraan program yang berkualitas, baik yang bersumber dari iuran, hasil pengembangan dana, atau dari dana yang dihibahkan Pemerintah;
c.    memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelengaraan program jaminan sosial dari Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 8

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional berkewajiban untuk:
a.    melakukan koordinasi antar Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam pemberian nomor identitas tunggal bagi setiap peserta dan anggota keluarganya yang berlaku untuk semua jenis program jaminan sosial;

b.    memberikan informasi secara rinci mengenai manfaat yang menjadi hak setiap peserta beserta rincian prosedur untuk masing-masing program jaminan sosial dan dapat diakses dengan mudah melalui website Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

c.    memberikan informasi saldo Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun berikut hasil pengembangannya kepada setiap peserta sekurang-kurangnya sekali dalam setahun khusus bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial penyelenggara program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun;

d.    Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum;

e.    melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam penyelenggaraan jaminan sosial;
f.     melaporkan kinerja keuangan dan pelaksanaan program secara berkala sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Bagian Ketiga
Larangan

Pasal 9

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dilarang:
a.    melakukan subsidi silang antar program;
b.    mendirikan dan/atau memiliki seluruh atau sebagian fasilitas kesehatan;
c.    memungut iuran program jaminan sosial yang memberi manfaat sama sebagaimana telah diatur dalam peraturan-perundangan.


BAB IV
ORGAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Pasal 10

(1)  Organ Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari Dewan Pengawas dan Direksi.

(2)  Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Dewan Jaminan Sosial Nasional setelah melalui proses uji kepatutan dan kelayakan.

(3)  Dewan Pengawas sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Ketua Dewan Pengawas.

(4)  Direksi sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang dan salah seorang diantaranya diangkat sebagai Direktur Utama.

Pasal 11

(1)  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat membentuk kantor perwakilan untuk satu atau lebih Provinsi secara bertahap.

(2)  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat membentuk kantor cabang untuk satu atau lebih Kabupaten/Kota sesuai dengan prinsip efisiensi.

Pasal 12

Pada setiap kantor perwakilan dibentuk Dewan Pengawas Daerah yang diketuai oleh Gubernur di tempat kedudukan kantor perwakilan dan mempunyai anggota sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang termasuk ketua, yang terdiri dari unsur pemerintah, organisasi pemberi kerja, dan organisasi pekerja.

Pasal 13

Untuk dapat diangkat menjadi Dewan Pengawas, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Warga Negara Indonesia;
b.    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.    sehat jasmani dan rohani;
d.    berkelakuan baik;
e.    berumur setinggi-tingginya 60 tahun;
f.     lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g.    memiliki keahlian dan pengalaman di bidang jaminan sosial, keuangan atau investasi, atau aktuaria;
h.    tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau badan hukum lain;
i.      tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
j.      tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
k.    tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.

Pasal 14

Untuk dapat diangkat menjadi Direksi, seseorang calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.    Warga Negara Indonesia;
b.    bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.    sehat jasmani dan rohani;
d.    berkelakuan baik;
e.    berumur setinggi-tingginya 60 tahun;
f.     lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g.    memiliki pengalaman dan kompetensi dalam bidang jaminan sosial;
h.    memiliki integritas dan kepemimpinan dalam menyelenggarakan jaminan sosial;
i.      tidak merangkap jabatan struktural di pemerintahan atau badan hukum lain;
j.      tidak menjabat sebagai pengurus partai politik;
k.    tidak pernah dipidana berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan;
l.      tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris atau dewan pengawas pada suatu badan hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.

Pasal 15

Dewan Pengawas dan Direksi diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.


Pasal 16

(1)  Dewan Pengawas dan Direksi berhenti karena:
  1. meninggal dunia;
  2. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan;
  3. masa jabatan berakhir;
  4. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
  5. tidak lagi memenuhi persyaratan;
  6. diberhentikan atas usul Dewan Jaminan Sosial Nasional.

(2)  Dewan Jaminan Sosial Nasional dapat mengusulkan pemberhentian Dewan Pengawas dan Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f karena:
a.    melalaikan kewajiban terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan;
b.    merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dan kepentingan peserta jaminan sosial karena kesalahan kebijakan yang diambil.

(3)  Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Jaminan Sosial Nasional mengusulkan penggantinya kepada Presiden untuk meneruskan masa jabatan yang digantikan.

Pasal 17

(1)  Dewan Pengawas dan Direksi dapat diberhentikan sementara waktu karena:
  1. sakit terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan;
  2. sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan;
  3. digugat karena melakukan tindakan yang merugikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional.

(2)  Dalam hal Dewan Pengawas dan Direksi diberhentikan sementara waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dewan Jaminan Sosial Nasional menunjuk pelaksana tugas Dewan Pengawas dan Direksi yang diberhentikan sementara.

Pasal 18

(1)  Dewan Pengawas bertugas:
a.    melakukan pengawasan kebijakan teknis penyelenggaraan program jaminan sosial yang dilaksanakan oleh masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional;
b.    melaporkan hasil pengawasannya kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.

(2)  Dewan Pengawas berwenang:
a.    mengevaluasi rencana kerja masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional;
b.    meminta laporan pelaksanaan rencana kerja kepada masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c.    memberikan saran dan pertimbangan penyelenggaraan program jaminan sosial kepada masing-masing Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Pasal 19

(1)  Dewan Pengawas mengadakan rapat setiap kali dianggap perlu oleh seorang atau lebih anggota dewan pengawas dengan menyebutkan hal-hal yang akan dibicarakan.

(2)  Rapat Dewan Pengawas diadakan di tempat kedudukan perusahaan atau di tempat kedudukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau di tempat kegiatan usaha Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional atau di tempat lain di wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan oleh direksi.

(3)  Rapat Dewan Pengawas adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota Dewan Pengawas.

(4)  Rapat Dewan Pengawas dipimpin oleh Ketua Dewan Pengawas atau anggota direksi lainnya apabila Direktur Utama berhalangan atau apabila Direktur Utama memberikan tugas khusus untuk memimpin rapat.

Pasal 20

(1)  Direksi bertugas:
a.    melaksanakan kebijakan umum penyelenggaraan program jaminan sosial yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional;
b.    melaksanakan pengurusan program jaminan sosial yang menjadi tanggung jawabnya untuk kepentingan peserta;
c.    menyusun rencana jangka panjang serta rencana kerja dan anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagai penjabaran kebijakan umum program jaminan sosial;
d.    menyampaikan laporan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali dan laporan akhir tahun buku kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional;
e.    memberikan pertanggungjawaban pada akhir masa tugas kepada Presiden melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional;
f.     menjalankan tugas-tugas lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

(2)  Direksi berwenang:
a.    mewakili Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasionaldi dalam maupun di luar pengadilan;
b.    melakukan segala tindakan dan perbuatan mengenai pengelolaan dana amanat dan mengikat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dengan pihak lain dan/atau pihak lain dengan pembatasan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini;
c.    mengangkat dan memberhentikan karyawan.

Pasal 21

Tindakan dan perbuatan Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Jaminan Sosial Nasional mengenai besaran dan nilai investasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam UU SJSN.

Pasal 22

Tindakan dan perbuatan Direksi yang harus mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pengawas mengenai besaran dan nilai investasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam UU SJSN.


BAB V
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Pasal 23

(1)  Setiap keputusan strategis diambil dalam rapat yang dipimpin oleh Direktur Utama.
(2)  Dalam hal Direktur Utama berhalangan, pimpinan rapat diserahkan kepada salah satu direktur sesuai dengan bidangnya.
(3)  Rapat direksi adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota direksi.
(4)  Keputusan Rapat Direksi diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
(5)  Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak tercapai, keputusan diambil dalam rapat direksi yang diperluas dengan mengundang dewan pengawas.


BAB VI
PERTANGGUNGJAWABAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Pasal 24

(1)  Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menyampaikan pertanggungjawaban  tertulis setiap 3 (tiga) bulan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(2)  Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menyampaikan pertanggungjawaban tertulis setiap 6 (enam) bulan sekali dan disertai penjelasan lisan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(3)  Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menyampaikan laporan keuangan setiap tahun sekali yang telah diaudit kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(4)  Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dipublikasikan pada sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) media cetak nasional paling lambat tanggal 31 Mei tahun berikutnya.
(5)  Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan dana amanat.

Pasal 25

Direksi dan Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib menghadiri rapat pertanggungjawaban tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 26

Pada akhir masa jabatan atau dalam hal Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 maka wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan dan kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.


BAB VII
KEKAYAAN DAN BELANJA OPERASIONAL
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT NASIONAL

Bagian Pertama
Kekayaan

Pasal 27

(1)  Kekayaan awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional adalah seluruh kekayaan Badan Penyelenggara yang dialihkan.

(2)  Penambahan kekayaan berupa asset tetap dapat diambil dari hasil pengembangan dana paling tinggi 0,2% (nol koma dua persen).

(3)  Untuk program yang bersifat jangka pendek, penambahan asset tetap dapat dilakukan dengan menggunakan iuran yang diterima paling tinggi 1% (satu prosen).

(4)  Dalam hal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dibubarkan dengan Undang-Undang maka kekayaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional diserahkan kepada Negara.

(5)  Pengalihan kekayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Belanja Operasional

Pasal 28

(1)  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang mengelola program jangka panjang dapat menggunakan hasil pengembangan dana investasi untuk belanja operasional tahunan.
(2)  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang mengelola program jangka pendek (Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja) dapat menggunakan penerimaan iuran untuk biaya operasional tahunan.
(3)  Besaran prosentase biaya operasional tahunan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 29

(1)  Dewan Pengawas, Direksi, dan karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional yang dibayarkan dari belanja operasional.
(2)  Indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional untuk perhitungan insentif diatur oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional.
(3)  Indikator kinerja karyawan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional diatur oleh Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional.


BAB VIII
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TINGKAT DAERAH

Pasal 30

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah berkedudukan di Ibu Kota Provinsi, Kabupaten, atau Kota sesuai dengan wilayah administrasinya.

Pasal 31

(1)  Di tingkat daerah dapat dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyelenggara program jaminan sosial yang bersifat tambahan atau pelengkap dan berlaku untuk daerah yang bersangkutan.

(2)  Program jaminan sosial tambahan atau pelengkap harus disesuaikan dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional dan ketentuan Undang-Undang ini.




Pasal 32

Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah didasarkan pada standar kompetensi yang mencakup kemampuan dan komitmen untuk:
a.    menyelenggarakan program jaminan sosial secara mandiri baik secara finansial maupun manajerial dan dananya bersumber dari APBD;
b.    menyelenggarakan prinsip-prinsip jaminan sosial sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 33

(1)  Untuk dapat membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.

(2)  Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.


BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Bagian Pertama
Penyelesaian Keluhan

Pasal 34

(1)  Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib membentuk unit pengendali mutu dan penanganan keluhan peserta.
(2)  Frekuensi keluhan peserta merupakan salah satu indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(3)  Jangka waktu penyelesaian keluhan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya keluhan.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi

Pasal 35

(1)  Pihak yang merasa dirugikan dapat menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi.
(2)  Penyelesaian yang dilakukan oleh mediator bersifat final dan mengikat.
(3)  Mediator terdiri dari 3 (tiga) orang ahli di bidang jaminan sosial dan hukum dengan ketentuan sebagai berikut:
a.   1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak yang mengajukan keberatan;
b.   1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
c.   1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh kedua belah pihak.
(4)  Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

Pasal 36

(1)  Apabila penyelesaian keluhan tidak dapat diatasi oleh unit kerja penyelesaian keluhan dan instansi setingkat di atasnya, atau melalui mekanisme mediasi, maka sengketa diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
(2)  Proses peradilan dilakukan hanya pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri dan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.
(3)  Putusan pengadilan tingkat banding bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum tingkat kasasi.
(4)  Jangka waktu penyelesaian sengketa tingkat Pengadilan Negeri paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja dan tingkat Pengadilan Tinggi paling lama 60 (enam puluh) hari kerja.


BAB X
KETENTUAN LAIN

Pasal 37

(1)  Pemerintah melalui Dewan Jaminan Sosial Nasional sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagai pertimbangan kebijakan keuangan yang diambil Pemerintah.
(2)  Dalam hal kebijakan fiskal dan moneter Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat solvabilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional, maka Pemerintah mengambil kebijakan khusus untuk menjamin  kelangsungan program jaminan sosial.

Pasal 38

(1)  Dalam hal terjadi wabah atau bencana alam, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional terlebih dahulu membayarkan manfaat program jaminan sosial yang merupakan kewajiban Pemerintah atau pihak lain.
(2)  Terhadap pembayaran yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah atau pihak lain berkewajiban memberikan penggantian atas biaya manfaat dan biaya administrasi program jaminan sosial.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

(1)  Penyelenggaraan program jaminan sosial oleh Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri, Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS disesuaikan dengan Undang-Undang ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

(2)  Sebelum diangkat Dewan Pengawas dan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional, maka Dewan Komisaris dan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial TNI/Polri, Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia, Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan Perusahaan Perseroan (Persero) Tabungan Asuransi dan Dana Pensiun PNS masih menjabat paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
a.    Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1991 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 1991);
b.    Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (ASKES) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Husada Bhakti menjadi  Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1992);
c.    Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1995), berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3468);
d.    Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN) yang dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1981 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) (Lembaran Negara Republik Indonesia    Nomor 38 Tahun 1981), berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1969, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2906), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1974, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3014) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 169 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890), dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1981, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3200);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 41

Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono



Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ...

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia



Andi MatTalatTa

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ..... NOMOR .....



PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR ....  TAHUN....
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


I.    UMUM

Salah satu tujuan pembentukan Pemerintah Negara Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehubungan dengan itu, Pasal 28H ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat. Selanjutnya Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

Sebagai pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dengan tujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat melalui penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, badan penyelenggara yang telah ada dan dibentuk dengan Peraturan Pemerintah dinyatakan sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Namun setelah Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 007/PU-III/2005 yang diucapkan pada tanggal 31 Agustus 2005 menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga pembentukan badan penyelenggara harus dibentuk dengan Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional segala ketentuan mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus disesuaikan dengan Undang-Undang dimaksud paling lambat 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004.

Putusan Mahkamah Konstitusi pada Perkara No. 007/PU-III/2005 menyatakan pula bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah juga dapat dibentuk dengan Peraturan Daerah berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi dengan memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai penyelenggara program jaminan sosial pada hakekatnya melaksanakan pengumpulan dana yang bersifat wajib berdasarkan mekanisme asuransi sosial dan tabungan wajib untuk kepentingan peserta. Mengingat sifat wajib dalam pengumpulan dana, maka dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus memperhatikan ketentuan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam arti bahwa pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara tidak boleh diatur dalam peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang.

Undang-Undang ini pada dasarnya mengatur prinsip penyelenggaraan, pembentukan, tugas dan wewenang, kewajiban dan hak, organ, dan penyelenggaraan program serta pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah.

Dengan terbentuknya Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka badan penyelenggara memiliki status sebagai badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang, sehingga memberi kepastian hukum dalam menyelenggarakan program jaminan sosial. Dengan demikian, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat melaksanakan prinsip-prinsip penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional sesuai dengan ketentuan Undang-Undang untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada peserta.

Keberhasilan penyelenggaraan program jaminan sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial perlu didukung oleh kebijakan Pemerintah di bidang ketenagakerjaan, perekonomian, dan kebijakan pelayanan publik yang kondusif, serta komitmen politik untuk pemberdayaan masyarakat dan memprioritaskan terwujudnya Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat.


II.   PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Cukup jelas.

Pasal 3
Huruf a
Yang dimaksud dengan nirlaba adalah seluruh perolehan surplus dari penerimaan ditempatkan dalam dana amanat dan/atau dana cadangan teknis dalam rangka peningkatan manfaat bagi peserta.

                        Huruf b
Prinsip keterbukaan dalam ketentuan ini adalah prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

Huruf c
Prinsip kehati-hatian dalam ketentuan ini adalah prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.

Huruf d
            Prinsip akuntabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip pelaksanaan program        dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. 

Huruf e
Prinsip portabilitas dalam ketentuan ini adalah prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf f
Prinsip dana amanat dalam ketentuan ini adalah bahwa iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

            Huruf g
Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial Nasional dalam ketentuan ini adalah hasil berupa dividen dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

Pasal 4
Cukup Jelas.

Pasal 5
            Cukup jelas.

Pasal 6
Huruf a
Iuran program jaminan sosial dipungut dari pekerja, pemberi kerja, dan/atau pemerintah.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8
Huruf a
Yang dimaksud dengan nomor identitas tunggal adalah nomor identitas yang berlaku seumur hidup bagi peserta jaminan sosial.
Setiap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib mengambil langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan terjadinya nomor identitas ganda bagi setiap peserta. Selain itu, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional wajib memberitahukan kepada pemberi kerja agar menyampaikan data akurat tentang pekerja dan nomor identitas jaminan sosial yang telah dimiliki pekerja, baik pekerja baru, pekerja pindahan, maupun pekerja yang telah berhenti.

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas

Pasal 9
Huruf a
Cukup jelas.

Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Keanggotaan Dewan Pengawas yang dimaksud pada ayat ini adalah tenaga profesional yang menguasai bidang jaminan sosial, keuangan atau investasi, dan aktuaria.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 11
Cukup jelas.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Cukup jelas.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18
Cukup jelas.

Pasal 19
Cukup jelas.

Pasal 20
Cukup jelas.

Pasal 21
Cukup jelas.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Cukup jelas.

Pasal 26
Cukup jelas.



Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Yang dimaksud penambahan kekayaan berupa asset tetap adalah penambahan gedung dan kantor dalam rangka fasilitas pelayanan.

Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Wilayah kerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah adalah sama dengan wilayah administrasi Provinsi, Kabupaten, atau Kota.

Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan program jaminan sosial yang bersifat tambahan adalah program yang memberikan manfaat jaminan sosial sebagai tambahan yang telah diberikan secara nasional. Misalnya program Jaminan Pensiun yang berskala nasional membayar manfaat sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah dapat membayar tambahan uang pensiun untuk peserta setempat misalnya sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) per bulan sesuai dengan kemampuan daerah yang bersangkutan.

Yang dimaksud program jaminan sosial yang bersifat pelengkap adalah program yang membayarkan manfaat yang tidak dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional. Misalnya dalam program Jaminan Kesehatan, biaya ambulan untuk rujukan antar daerah tidak dijamin, maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah dapat menjamin biaya tersebut.

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 32
Standar kompetensi dalam pasal ini merupakan bagian dari kebijakan umum penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang ditetapkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Pasal 33
Ayat (1)
Pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat daerah sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional dituntut memiliki standar kompetensi yang berlaku juga bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tingkat nasional dengan maksud agar ada persamaan kualitas pelayanan jaminan sosial yang diberikan kepada peserta.

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 34
Cukup jelas.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan penyelenggaraan program mencakup kepesertaan, kekayaan, hak dan kewajiban, serta karyawan.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Cukup jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...